Lebaran : Perbedaan Tak Menjadi Batas

 

Foto di Rumah Saya
Foto di Rumah Saya

Alhamdulillah, tiba juga Idul Fitri 1436 H. Dimana, selama satu bulan lalu kita semua menjalankan puasa yang tentunya penuh rintangan, terutama untuk saya yang sampai tumbang di puasa kemarin, hehehehe

Biasanya selama bertahun-tahun, ketika Idul Fitri akan tiba, kami sekeluarga menjalankan tradisi “mudik” ke Salatiga, dimana Salatiga adalah tempat kelahiran Ayah saya dan tempat tinggal Ibu serta adik-kakak ayah saya. Tahun ini, kami tidak mudik bukan karena Mbah Putri sudah tidak ada, melainkan karena ada yang gantian berkunjung ke Jakarta.

Gambar diatas diambil saat rombongan keluarga Salatiga tiba dirumah saya, memang tidak semuanya berkunjung ke Jakarta, hanya keluarga Pakde Har dan Mas Budi yang berkesempatan untuk mengunjungi Jakarta di libur Lebaran kali ini, dan kebetulan juga karena si Pakde kangen dengan anak nya (Mas Dhani) yang sejak bulan Mei lalu merantau dan bekerja di Jakarta.

Foto di rumah om Sahrial
Foto di rumah om Sahrial
Foto di rumah mbah condet
Foto di rumah mbah condet
Foto di rumah mbah Edy
Foto di rumah mbah Edy
Mas Dhani, Anak Pakde Har
Mas Dhani, Anak Pakde Har

Perbedaan, Tak Menjadi Batas

Mbah Putri saya bernama RA.Sunarti Rahayu, beliau adalah anak pertama dari 4 bersaudara (Mbah Sri, Mbah Nik & Mbah Edy). Seluruhnya merantau ke Jakarta, kecuali mbah Sunarti yang memilih untuk menetap di Salatiga hingga akhir hayatnya. Mbah Sunarti memiliki 8 anak, ayah saya anak ke-6 dan satu-satunya yang menganut keyakinan yang berbeda dari Mbah Sunarti & ke-7 saudaranya. Ayah saya satu-satunya anak mbah yang menganut keyakinan sebagai seorang Muslim, tetapi ayah saya tidak sendirian, karena ke-3 adik mbah Sunarti juga Muslim, sama seperti ayah saya. Walaupun keluarga besar saya memiliki keyakinan yang berbeda, kami tetap satu keluarga besar RS. Sastro Suharjo (Nama eyang buyut saya nih) dan kami pun saling menghargai, saya pun senang 🙂

Krisna, Buat Saya Terharu

Krisna bersama 'Maknya si Doel' yang kebetulan masih satu keluarga dengan saya
Krisna bersama ‘Maknya si Doel’ yang kebetulan masih satu keluarga dengan saya

Ini adalah keponakan saya, Krisna. anak dari sepupu saya, Mas Budi. Gak terasa yah, gini-gini saya sudah dipanggil “Bu lik” (tante) sama Krisna! Tua juga ya saya, hehehehe

Walaupun saya tinggal di Jakarta dan Krisna di Salatiga, tapi saya tau banget Krisna adalah anak yang sangat suka dengan sepak bola! Sampai, saya hafal sekali kalau didepan rumah Mas Budi ada miniatur lapangan futsal loh! hehehehe. Gak terasa, Krisna yang dulu anak kecil sekarang sudah lulus SMA dan malah tinggi nya sudah lebih dari saya yang tinggi ini :p

Di momen lebaran tahun ini, saya dibuat terharu sekaligus bangga sama Krisna. Kenapa? karena saat rombongan Salatiga berkunjung ke rumah saya, Mas Budi menyampaikan kabar bahwa Krisna beberapa pekan lagi akan menjalani pendidikan sebagai seorang Romo (Pendeta dalam Katolik). Awalnya sih saya biasa saja, karena saya fikir pendidikan sebagai Romo sama seperti di Pesantren, ternyata tidak! Ketika seseorang sudah berkomitmen untuk menjalani pendidikan sebagai Romo  (Untuk Laki-Laki) dan Biarawati (Untuk Perempuan) mereka juga harus berkomitmen untuk :

  • Menjalani pendidikan selama 10 tahun
  • Tidak boleh bertemu orang tua di 3 bulan pertama
  • Hanya libur panjang 2x dalam setahun (Seperti libur semesteran)
  • Tidak boleh membawa gadged / alat komunikasi
  • Hanya boleh membawa baju & Uang saku secukupnya
  • Harus bersedia ditempatkan di gereja seluruh Indonesia / Luar Indonesia
  • Berkomitmen untuk tidak menikah seumur hidup

Ini baru sebagian yang saya ketahui dari Mas Dhani, mengenai apa saja hal yang akan dijalani seseorang yang sudah berkomitmen untuk menjadi Romo atau Biarawati. Saya pun terharu, bagaimana bisa seorang Krisna yang baru sejak SMP sudah meminta ke ayahnya untuk menjadi seorang Romo. Saya yakin, ini adalah panggilan dari Tuhan untuk Krisna. Karena buat saya, apapun yang berkaitan dengan hal agama, itu bukan masalah mampu atau tidaknya, namun lebih kepada “Panggilan” dari Allah SWT. Jujur, berita ini buat saya terharu sekaligus bangga sama Krisna dimana dia lebih memilih jalan agama nya dibandingkan jalan duniawi. Iam Proud of You, dek!

Satu hal yang benar-benar saya pelajari di Idul Fitri kali ini : Bahwa perbedaan itu tidak menjadi hambatan kita untuk tetap bersatu, bersilaturahmi dan memang di Dunia ini banyak sekali ajaran agama, tetapi hanya satu hakikat seorang Manusia kepada Tuhannya : Kembali ke Tuhan, Allah SWT.

Nah, sekian cerita lebaran saya, semoga menjadi bahan pembelajaran kita semua yah 🙂

You may also like

3 Comments

  1. itulah indahnya perbedaan…cinta ada krn ada perbedaan….dan semua atas anugerahNya…. terimakasih…bro sasa…

Leave a Reply to yoraanas Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *